Laman

Senin, 22 November 2010

Ikan dan Rokok

“BYURRR…”
Akhirnya putri kecilku (Nadya Asy Syifa, 15 bulan) mandi untuk yang kedua kalinya setelah bermain-main ditepi akuarium rumahku yang tempatnya mudah terjangkau. Sebuah akuarium kecil yang hanya berisi beberapa ekor ikan mas dan ikan patin, menjadi tempat yang selalu dia tuju ketika bermain. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa anak-anak seusianya sangat suka sekali bermain air, apalagi bermain dengan ikan-ikan yang menari kian kemari, menangkapnya kemudian dilepaskan kembali ke air sampai terpecik mengenai wajah mungilnya, tangannya berlomba untuk menangkap ikan sambil tersenyum simpul bahkan sampai tertawa ketika dia berhasil menangkap salah satu ikan, tak jarang juga dia menangis saat tak satupun ikan tertangkap, terkadang tubuhnya sampai basah kuyup bermandikan amisnya air di akuarium.

“Ayo, main air terus!!! nanti masuk angin, lekas ganti baju…”, terdengar suara ibuku memecah lamunanku yang sedang memperhatikan Nadya tengah asyik bermain ikan. “Iya bu…” jawabku diiringi dengan memandikan Nadya sambil sesekali menunjuk ke akuarium agar Nadya lebih tenang saat dimandikan. Selesai mandi seperti biasa aku harus membujuknya supaya mau masuk, “da da ikan… Nadya masuk dulu ya, mau pakai baju” sambil melambaikan tangan yang diikuti oleh putriku.

“Ikan lagi… ikan lagi..” komentar suamiku setelah aku di dalam rumah hendak memakaikan baju putriku. “Biarin aja, emang kenapa? jawabku lirih … “Anaknya dulu diurusin jangan ikan terus… pagi anaknya dibiarin main ikan sambil ditinggal nyuci, sore pulang kerja yang dituju akuarium untuk kasih makan ikan, belum waktunya nguras…” jawab suamiku lagi. “Ngga’ apa-apalah, kan menolong makhluk hidup juga, daripada menghabiskan waktu ngerokok” ucapku membela diri. Sepertinya suasana mulai terasa agak panas. “Merokok juga membantu membuat kaya makhluk hidup” ujar suamiku tak mau kalah. “Iya bikin kaya pemilik pabrik rokok, tapi bikin rugi banyak orang! Bayangkan saja, berapa rupiah yang terbuang untuk menghabiskan satu bungkus rokok perhari, dikali jumlah hari dalam satu bulan, belum lagi merugikan diri perokok itu sendiri dan perokok pasif disekitarnya dengan ancaman berbagai macam penyakit…” timpalku tak mau kalah. Suamiku berlalu mendengar pembelaanku…”Hhuhh…”

Memang saat ini salah satu rutinitasku selain sebagai ibu rumah tangga dan bekerja adalah bermain bersama ikan-ikan itu. Hal itulah yang membuat suamiku “cemburu” dengan ikan-ikanku karena jika sudah bersama ikan-ikan aku bisa menghabiskan waktu lebih lama apalagi jika bersama putri kecilku. Tak ubah seperti perokok lain, suamiku bisa menghabiskan waktu sambil merokok dan minum kopi sambil mengobrol dengan tetangga, sebuah rutinitas yang dianggapnya biasa, padahal aku dan anak-anak juga butuh waktu bersamanya. Jujur. aku juga “cemburu” dengan rutinitasnya itu.

Suatu saat kami pergi berlibur ke tempat rekreasi yang tidak jauh dari rumah. Anak-anak berlarian dan bercanda dengan riang gembira sambil menghirup segarnya udara di taman ini. “Ma…enak ya kalo lagi libur begini…” terdengar suara suamiku memecah keheningan. “ee… iya…” jawabku gugup karena sedang asyik melihat pemandangan dan anak-anak. “Kalo udah gini, lupa sama ikan…” ujarnya sambil melirik ke arahku. “Iya, lupa sama ikan, apalagi kalo ayah juga lupa sama rokok…” jawabku sambil menyindirnya. “Ha…ha…ha…” tawa kami secara bersamaan sambil melirik satu sama lain.

Semoga kecemburuan kami terhadap rutinitas masing-masing bisa kami perbaiki sepulangnya kami dari rekreasi di taman ini. Penuh cinta untuk suamiku…

(...:12052010:...)

16.10

“Ibu kan ga bisa terbang !!!!!”
Selain kata macet, kalimat itulah yang sering terucap akhir-akhir ini di kantorku, sebuah alasan klasik jika terlambat menghadiri rapat atau jika sudah ditunggu oleh orang lain. Siapa yang memungkiri jika suasana jalan di Jakarta tidak dihiasi oleh kemacetan, dari hari ke hari, jam ke jam, bahkan detik demi detik, tinggal bagaimana kita mengatur waktu kita untuk menghindarinya.

‘I don’t like Monday’, awal dari semua aktivitas bermula, tetapi tidak bagi kami karena hari ini adalah hari yang dinanti-nanti olehku dan teman-teman di kantor. Walaupun kata orang hari ini adalah tanggal tua, tidak bagi kantorku karena hari ini adalah waktunya kami menerima honor dari jerih payah kami selama satu bulan kami menunaikan tugas. Berkas-berkas yang diperlukan untuk pengajuan cek sudah dipersiapkan oleh temanku sejak hari jum’at dengan harapan proses pencairan cek pada hari ini berjalan dengan lancar.

“Maaf, saya ada upacara dulu pagi ini” ucap atasanku disaat temanku menghubunginya untuk meminta tanda tangan pencairan cek. Proses pertama dari dari dua tanda tangan yang harus dibubuhkan di atas cek tersebut sudah diawali dengan penundaan, namun kami masih berharap Allah memberi kemudahan pada hari ini. Kami menjalani rutinitas seperti biasanya sambil sesekali melirik ke arah jam dinding. Alhamdulillah saat siang hari ada sedikit kabar gembira bahwa tanda tangan pertama sudah dapat diproses. Keceriaan tergambar di wajah kami semua, dengan senyum tersungging di bibir aku dan salah seorang temanku keluar kantor untuk membeli makan siang, rasanya makan siang hari ini terasa lebih lezat walaupun hanya dengan menu perkedel dan tunjang.

12.59, menuju proses berikutnya.
Temanku di bagian keuangan mengirimkan sms ke ‘ibu big bos’ untuk menanyakan bisa ditemui dimana karena akan meminta tanda tangan cek. Harap harap cemas, kami menanti jawaban ibu atas sms tersebut, namun sampai satu jam berlalu belum ada jawaban yang dinanti. Satu jam kemudian aku memutuskan untuk menghubungi ibu. Diawali dengan melaporkan perkembangan dari proses pengurusan dokumen untuk pemasangan listrik di gedung baru lalu diakhiri dengan mempertanyakan posisi ibu saat ini, ibu memang menjawab dimana posisinya saat ini yaitu di kawasan Jakarta Selatan tetapi tidak untuk didatangi melainkan meminta ditemui di rumah pada pukul 14.30. Sebuah lampu kuning sebagai sebuah sinyal yang bisa menjadi hijau ataupun merah. Kurir segera dihubungi agar secepatnya meluncur ke rumah ibu.

14.50, lampu kuning yang sudah mulai meredup.
Kurir menelepon kalau ibu belum sampai rumah padahal sudah 20 menit menunggu, aku langsung sms ibu menyampaikan bahwa kurir sudah menunggu di rumah. Lagi-lagi sms tak berbalas!!! Sudah tidak mungkin untuk menyetor ke bank terdekat karena tinggal 10 menit bank tersebut tutup, setidaknya masih ada satu bank lagi yang tutup sampai pukul 16.00.

15.45, lampu merah menyala.
Bagian keuangan menghubungi kurir kembali dan jawabanya nihil!!! Ibu belum sampai rumah!!!
Akhirya diputuskan bahwa lima menit lagi ibu tidak datang maka dokumen-dokumen tersebut ditinggal saja dan kurir diminta pulang.

15.59, sms jawaban tiba: “ibu sebentar lagi mau sampai, mhn ditunggu”.
kami cuma bisa jawab: “kurir sudah pulang dari rumah ibu”, lalu ibu sms lagi dan kami sepakat untuk tidak menjawab sms tersebut serta mengangkat telepon kantor karena biasanya jika sms tidak berbalas maka ibu akan langsung menelepon. Dalam hitungan detik telepon berdering dan diangkat oleh OB dengan jawaban bahwa semua staff sudah pulang pukul 16.10, lalu satu persatu HP kami berbunyi dengan nama ibu tertera di layar. Temanku membiarkan HP terus  berbunyi tanpa sedikitpun ada maksud untuk menjawab, tak lama HP ku berdering, kami saling bertatapan satu sama lain untuk mencapai kesepakatan apakah diangkat atau tidak. Akhirnya panggilan kujawab sambil kuhidupkan ‘loudspeaker’ dan semua temanku mendengar percakapan kami. Seperti yang sudah-sudah, jika ibu merasa dikecewakan oleh kami maka ibu meminta maaf dengan alasan yang panjang x lebar x tinggi, kamipun sudah hafal sebagian kalimat itu yang intinya dia tidak bersalah dan kesalahan itu ada di pihak staff!!! Kami hanya mendengarkan sambil senyum menahan tawa mendengar suara ibu yang tak henti-hentinya meminta maaf, menyalahkan dan menyalahkan.

Dari kejadian ini bisa disimpulkan bahwa seorang wanita tidak bisa menjadi seorang pemimpin karena emosi yang tidak stabil, sering labil, dalam mengambil keputusan tidak bisa langsung karena pertimbangan faktor emosi saat itu dan masih banyak lagi kekurangannya karena memang wanita diambil dari tulang rusuk pria, jika didiamkan tetap bengkok dan jika diluruskan maka akan patah. ISLAM SUNGGUH AGAMA YANG MULIA

(...:29072010:...)